Tuesday, 31 January 2017

SEMUANYA KARENA DOA



SEMUANYA KARENA DOA
( sambungan dari Temu Kangen )

Dulu, ketika saya masih bekerja di sebuah penerbitan dan percetakan, sekitar pertengahan tahun 2009, pernah mendapatkan tugas untuk pembuatan Buku Tahunan SMA (mirip dengan album foto). Ingatan itu terpatri sangat dalam dalam memori saya, bahwa kesuksesan kita bukannya diraih oleh tiap-tiap pribadi kita melainkan juga karena doa, pengharapan dan advis dari teman-teman masa sekolah dulu.
Ketika menghadapi sesi pemotretan, saya sempatkan diri untuk briefing atau sedikit wawancara dengan para peserta. Mereka yang sering ketawa ketiwi, cengengesan dan humorispun akhirnya sesaat terpaku olek pertanyaan yang saya ajukan. Pertanyaan itu mungkin hanya pertanyaan ringan saja,” Ke mana setelah lulus sekolah? Bekerja ataukah melanjutkan jenjang perguruan tinggi?
Mereka menjawab dengan berbagai alasan, ada yang pengin kerja sambil sekolah lagi, ada yang melanjutkan studi ke luar negeri atau yang lainnya. Tapi rata-rata jarang ada yang menyebutkan pengin menikah/berkeluarga setelah lulus sekolah. Ini bukan jawaban yang aneh namun nyata. Mereka berharap mengisi masa muda mereka dengan pendidikan yang tinggi supaya kelak dapat berhasil dalam kehidupannya.
Setelah beberapa advis saya utarakan bahwa mereka akan berpisah namun jika dikehendaki Tuhan mereka akan bertemu kembali mungkin setelah 10 tahun, 20 tahun atau bahkan lebih dan pertemuan itu membuahkan suka cita yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Ya..bertemu setelah berpisah, ada rasa kangen, sayang, euforia kebahagiaan yang ujung-ujungnya menjalin rasa persaudaraan yang lebih dalam lagi.
Dalam advis atau nasihat yang saya beberkan itu mereka hanya saya minta untuk memberikan ekspresi yang maksimal yang bisa mereka berikan kepada teman-teman dan saya akan memberikan hasil pemotretan yang terbaik karena hal ini akan dikenang oleh mereka dalam rentang waktu yang cukup lama. Segala potensi dan skill fotografi saya gunakan tanpa memperdulikan waktu karena saat itulah saat terpenting bagi mereka untuk menemukan diri dan dunia mereka masing-masing. Mereka akan berpencar untuk memulai hidup yang baru yang mereka cita-citakan sejak masa kanak-kanak.
Dari pengalaman itu saya bertemu (mungkin secara tidak sengaja) dengan seorang guru wali kelas ketika saya masih di SMA BUDYA WACANA 1 Yogyakarta. Beliau kini mengajar di sekolah lain. Pertanyaan pertama yang keluar dari Ibu guru Fisika tersebut adalah,” Kamu sekarang sudah sukses yaa...bagaimana kabar teman-temanmu yang lain?” pertanyaan yang membawa ingatanku selama 18 tahun bersama teman-teman. Saya langsung tanggap bahwa ketika jatuh bangun dalam mengarungi hidup ini saya tidak lepas dari teman-teman, doa, perjuangan, nasihat, bantuan dan apalah itu yang membuat saya meneteskan air mata. Menangis..itulah yang saya lakukan di depan Ibu guru Fisika, wali kelasku dulu. Namun saya tidak malu menangis..apalagi sebagai laki-laki yang kata orang harus kuat menahan tangisan. Saya bersyukur bisa menangis dan selalu menangis kala emosi mencapai titik klimaksnya, tidak haram kok bagi seorang laki-laki menangis. Setiap orang memerlukan tangisan karena itu adalah tangisan kehidupan.
Memang rumit menjelaskan isi hati atau perasaan yang terpendam selama bertahun-tahun dalam waktu yang terus maju hanya dengan tulisan atau ungkapan kata-kata indah. Hanya dengan doa kepada Tuhan Sang Pencipta Kehidupan saya haturkan segala syukur, emosi, kenangan suka duka dan permohonan semoga teman-temanku semasa sekolah selalu memperoleh kebahagiaan yang mungkin melebihi diriku yang rapuh ini. Yaaa...semoga mereka semua masih mengingatku, mendoakan dan selalu mendukung keberhasilanku.
Seorang bijak mengatakan bahwa kamu mungkin tidak begitu tertarik lagi dengan duniamu, namun ada seseorang yang menganggap duniamu adalah miliknya, yaitu temanmu. Berdoalah bagi teman-temanmu, karena doamu akan mengubahkan segala-galanya!
Jadi ingat sebuah cerita:
Di sebuah pulau terpencil, terdapat 3 orang penumpang yang kapalnya karam dihantam badai. Mereka berteriak-teriak histeris karena ketakutan. Setelah emosi mereka reda, mereka bekerja sama mengumpulkan kayu untuk menjadikannya rakit. Setelah rakit hampir selesai, salah seorang dari mereka berpamitan hendak mencari makanan yang bisa diselamatkan. Karena badai akan datang lagi, kedua orang itu segera menaiki rakit yang sudah jadi dan pergi meninggalkan pulau itu. Namun dalam perjalanan, mereka diingatkan seekor Camar yang dapat berbicara layaknya manusia. Ia berkata supaya mereka berbalik dan menghampiri seorang temannya yang sedang mengumpulkan bahan makanan yang tersisa. Camar itu berkata, ” Ingatlah kepada temanmu yang kalian tinggalkan di sana! Kalian dapat sukses menyeberangi lautan ini juga karena DOA temanmu itu. Ia sedang sibuk mengumpulkan bekal makanan untuk perjalananmu yang lebih jauh. Bila tanpa makanan sia-sialah perjalananmu itu!” Akhirnya kembalilah kedua penumpang itu menghampiri temannya yang sedang menangis tersedu-sedu karena ditinggalkan sendirian saja.  (Yogyakarta, 29 Januari 2017, 23.30 WIB)


 

No comments: