SEMUANYA KARENA DOA
( sambungan
dari Temu Kangen )
Dulu, ketika saya
masih bekerja di sebuah penerbitan dan percetakan, sekitar pertengahan tahun
2009, pernah mendapatkan tugas untuk pembuatan Buku Tahunan SMA (mirip dengan
album foto). Ingatan itu terpatri sangat dalam dalam memori saya, bahwa
kesuksesan kita bukannya diraih oleh tiap-tiap pribadi kita melainkan juga
karena doa, pengharapan dan advis dari teman-teman masa sekolah dulu.
Ketika menghadapi
sesi pemotretan, saya sempatkan diri untuk briefing
atau sedikit wawancara dengan para peserta. Mereka yang sering ketawa ketiwi,
cengengesan dan humorispun akhirnya sesaat terpaku olek pertanyaan yang saya
ajukan. Pertanyaan itu mungkin hanya pertanyaan ringan saja,” Ke mana setelah
lulus sekolah? Bekerja ataukah melanjutkan jenjang perguruan tinggi?
Mereka menjawab
dengan berbagai alasan, ada yang pengin kerja sambil sekolah lagi, ada yang
melanjutkan studi ke luar negeri atau yang lainnya. Tapi rata-rata jarang ada
yang menyebutkan pengin menikah/berkeluarga setelah lulus sekolah. Ini bukan
jawaban yang aneh namun nyata. Mereka berharap mengisi masa muda mereka dengan
pendidikan yang tinggi supaya kelak dapat berhasil dalam kehidupannya.
Setelah beberapa
advis saya utarakan bahwa mereka akan berpisah namun jika dikehendaki Tuhan
mereka akan bertemu kembali mungkin setelah 10 tahun, 20 tahun atau bahkan
lebih dan pertemuan itu membuahkan suka cita yang belum pernah mereka rasakan
sebelumnya. Ya..bertemu setelah berpisah, ada rasa kangen, sayang, euforia
kebahagiaan yang ujung-ujungnya menjalin rasa persaudaraan yang lebih dalam
lagi.
Dalam advis atau
nasihat yang saya beberkan itu mereka hanya saya minta untuk memberikan
ekspresi yang maksimal yang bisa mereka berikan kepada teman-teman dan saya
akan memberikan hasil pemotretan yang terbaik karena hal ini akan dikenang oleh
mereka dalam rentang waktu yang cukup lama. Segala potensi dan skill fotografi saya gunakan tanpa
memperdulikan waktu karena saat itulah saat terpenting bagi mereka untuk
menemukan diri dan dunia mereka masing-masing. Mereka akan berpencar untuk
memulai hidup yang baru yang mereka cita-citakan sejak masa kanak-kanak.
Dari pengalaman itu
saya bertemu (mungkin secara tidak sengaja) dengan seorang guru wali kelas
ketika saya masih di SMA BUDYA WACANA 1 Yogyakarta. Beliau kini mengajar di
sekolah lain. Pertanyaan pertama yang keluar dari Ibu guru Fisika tersebut
adalah,” Kamu sekarang sudah sukses yaa...bagaimana kabar teman-temanmu yang
lain?” pertanyaan yang membawa ingatanku selama 18 tahun bersama teman-teman.
Saya langsung tanggap bahwa ketika jatuh bangun dalam mengarungi hidup ini saya
tidak lepas dari teman-teman, doa, perjuangan, nasihat, bantuan dan apalah itu
yang membuat saya meneteskan air mata. Menangis..itulah yang saya lakukan di depan
Ibu guru Fisika, wali kelasku dulu. Namun saya tidak malu menangis..apalagi
sebagai laki-laki yang kata orang harus kuat menahan tangisan. Saya bersyukur
bisa menangis dan selalu menangis kala emosi mencapai titik klimaksnya, tidak
haram kok bagi seorang laki-laki menangis. Setiap orang memerlukan tangisan
karena itu adalah tangisan kehidupan.
Memang rumit
menjelaskan isi hati atau perasaan yang terpendam selama bertahun-tahun dalam
waktu yang terus maju hanya dengan tulisan atau ungkapan kata-kata indah. Hanya
dengan doa kepada Tuhan Sang Pencipta Kehidupan saya haturkan segala syukur,
emosi, kenangan suka duka dan permohonan semoga teman-temanku semasa sekolah
selalu memperoleh kebahagiaan yang mungkin melebihi diriku yang rapuh ini.
Yaaa...semoga mereka semua masih mengingatku, mendoakan dan selalu mendukung
keberhasilanku.
Seorang bijak
mengatakan bahwa kamu mungkin tidak begitu tertarik lagi dengan duniamu, namun
ada seseorang yang menganggap duniamu adalah miliknya, yaitu temanmu. Berdoalah
bagi teman-temanmu, karena doamu akan mengubahkan segala-galanya!
Jadi ingat sebuah
cerita:
Di sebuah pulau
terpencil, terdapat 3 orang penumpang yang kapalnya karam dihantam badai.
Mereka berteriak-teriak histeris karena ketakutan. Setelah emosi mereka reda,
mereka bekerja sama mengumpulkan kayu untuk menjadikannya rakit. Setelah rakit
hampir selesai, salah seorang dari mereka berpamitan hendak mencari makanan
yang bisa diselamatkan. Karena badai akan datang lagi, kedua orang itu segera menaiki
rakit yang sudah jadi dan pergi meninggalkan pulau itu. Namun dalam perjalanan,
mereka diingatkan seekor Camar yang dapat berbicara layaknya manusia. Ia
berkata supaya mereka berbalik dan menghampiri seorang temannya yang sedang
mengumpulkan bahan makanan yang tersisa. Camar itu berkata, ” Ingatlah kepada
temanmu yang kalian tinggalkan di sana! Kalian dapat sukses menyeberangi lautan
ini juga karena DOA temanmu itu. Ia sedang sibuk mengumpulkan bekal makanan
untuk perjalananmu yang lebih jauh. Bila tanpa makanan sia-sialah perjalananmu
itu!” Akhirnya kembalilah kedua penumpang itu menghampiri temannya yang sedang
menangis tersedu-sedu karena ditinggalkan sendirian saja. (Yogyakarta, 29 Januari 2017, 23.30 WIB)