Mengenal OSTEOPOROSIS
Apakah Osteoporosis itu?
Osteoporosis adalah suatu keadaan
dimana kepadatan tulang mulai berkurang dan disertai kerusakan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang akan menjadi rapuh.
Apa Penyebab Osteoporosis?
Osteoporosis dapat terjadi karena
metabolisme tulang yang terganggu yaitu kerja sel penghancur tulang yang
melebihi kerja sel pembentuk tulang. Lama kelamaan tulang menjadi keropos.
Gangguan ini bisa terjadi secara alamiah karena proses menua yang disertai
dengan menurunnya hormon, kurang asupan Kalsium dan vitamin D, disertai dengan
faktor-faktor pendukung lainnya.
Bagaimana Gejala Osteoporosis?
Osteoporosis terjadi secara
diam-diam dan tanpa gejala, sehingga seringkali seseorang tidak menyadari
dirinya sedang menderita Osteoporosis sampai terjadinya patah tulang.
Bagaimana
Mengetahui Terjadinya Osteoporosis?
Untuk dapat
mengetahui secara dini dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti:
- Pengukuran kepadatan massa tulang (Bone Mineral Density/BMD) dengan Densitometer.
- Pemeriksaan laboratorium dengan mengukur petanda biokimiawi untuk mengetahui keseimbangan pembentukan dan penghancuran tulang.
Bagaimana Mencegah Osteoporosis?
- Kalsium yang Cukup: Kalsium diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan tulang, karena itu kebutuhan akan Kalsium harus terpenuhi. Sumber Kalsium yang terbaik adalah makanan, tetapi bila tidak mencukupi maka diperlukan tambahan Kalsium dari suplemen Kalsium. Makanan yang mengandung Kalsium: susu, keju, yoghurt. Kebutuhan Kalsium usia >50 tahun adalah 800-1200 mg.
- Vitamin D: diperlukan untuk membantu penyerapan Kalsium pada usus sehingga asupan Kalsium dapat digunakan tubuh dengan maksimal. Kebutuhan vitamin D usia >50 tahun adalah 5 mcg.
- Bifosfonat: obat golongan Bifosfonat bekerja dengan cara menghambat kerja sel penghancur tulang secara berlebihan. Beberapa jenis obat golongan Bifosfonat seperti: Alendronate, dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya Osteoporosis.
- Olah raga yang teratur: dianjurkan untuk melakukan Weight Bearing/ olah raga yang memberikan tekanan pada tulang.
- Memperbaiki kebiasaan hidup/Habitus: menghindari merokok, alkohol, dan kopi yang berlebihan karena dapat mengganggu pembentukan tulang.
- Pemeriksaan tulang: melakukan pemeriksaan tulang untuk mengetahui Osteoporosis secara rutin.
Apa Akibat Osteoporosis?
Mudah terjadi patah tulang hanya
karena trauma ringan ataupun saat mengangkat beban berlebih. Tubuh makin lama
makin membungkuk, jadi sebelum terjadi patah tulang sebaiknya segera lakukan
pencegahan maupun pengobatan Osteoporosis.
Bagaimana Mengobati Osteoporosis?
- Terapi hormon pengganti pada wanita post menopause. Terapi ini selain dapat mengobati Osteoporosis, juga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup wanita.
- Kalsium dan Vitamin D: asupan Kalsium dan vitamin D harus memenuhi kebutuhan tubuh.
- Bifosfonat: obat golongan bifosfonat selain dapat dipergunakan untuk pencegahan Osteoporosis juga dapat digunakan untuk mengobati Osteoporosis karena kerjanya yang spesifik menghambat terjadinya pengeroposan tulang dengan cara menghambat kerja sel penghancur tulang.
- Calcitonin: Obat ini harus diberikan dalam bentuk suntikan/spray. Untuk mendapatkan hasil terbaik, pengobatan harus dilakukan secara terus menerus.
Gizi yang cukup terutama asupan
Kalsium dan vitamin D merupakan pilar utama untuk mencegah dan mengobati
Osteoporosis. Status Kalsium dan vitamin D sangat penting pada semua kelompok
umur, khususnya pada anak-anak dan usia lanjut (lansia). Pada lansia, dengan
pemberian Kalsium dan vitamin D dapat menurunkan kehilangan massa tulang dan
juga menurunkan resiko Fraktur (patah tulang).
Tulang terdiri dari 99% suplai
Kalsium dalam tubuh dan sisanya (1%) disirkulasi dalam peredaran darah dan
merupakan bagian penting untuk kerja syaraf, fungsi jantung, kontraksi otot dan
pembekuan darah (seely dkk, 1991). Tulang berfungsi sebagai tempat untuk
menyimpan Kalsium; saat diperlukan oleh tubuh Kalsium akan dilepas untuk
menjaga konsentrasi serum. Densitas massa tulang dicapai pada akhir masa
pertumbuhan. Meskipun massa tulang
optimal (peak bone mass) dipengaruhi
oleh banyak fakstor (Hunt, 1994), asupan Kalsium dari lahir sampai masa remaja
merupakan kontributor utama. Pengaruh asupan Kalsium pada masa dewasa tidak
banyak diketahui, akan tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka dengan
asupan Kalsium kuat sejak usia dini kecil sekali terkena resiko Osteoporosis di
usia senja.
Heaney (1987) mengemukakan bahwa
massa tulang merupakan hasil perpaduan 3 faktor yaitu: Keturunan, Aktivitas
fisik, dan Nutrisi.
Diet yang optimal
untuk mencegah dan mengobati Osteoporosis mencakup asupan energi yang kuat
untuk mencegah malnutrisi, asupan Kalsium dan vitamin D. Protein yang berasal
dari hewani dan nabati merupakan komponen penting pada diet sehari-hari
terutama untuk kalangan lansia wanita yang sudah menderita Osteoporosis.
Peneliatian yang dilakukan terhadap 82 orang lansia wanita yang sudah menderita
patah tulang panggul (hip fracture)
dan diberikan diet tinggi protein dan rendah protein beserta suplemen vitamin D
dan Kalsium, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang mendapat diet protein
tinggi mempunyai densitas tulang yang lebih baik pada proximal femur setelah 1
tahun intervensi. Selain itu, rata-rata jangka waktu rehabilitas bagi mereka
juga lebih pendek dibanding lansia dengan diet rendah protein.
Manfaat Asupan Kalsium yang Kuat
Konsumsi Kalsium yang kuat sejak
usia dini menurunkan kehilangan massa tulang saat usia dewasa. Beberapa
penelitian tentang Kalsium menemukan fakta bahwa keseimbangan Kalsium dalam
tubuh terkait erat dengan konsumsi Kalsium. Semakin rendah konsumsi Kalsium
seseorang maka keseimbangan Kalsiumnya akan makin negatif, bila asupan ditingkatkan maka
keseimbangannya dapat diperbaiki. Di negara-negara Eropa dan amerika ditemukan
bahwa keseimbangan Kalsium positif tercapai bila asupan Kalsium ≥ 1000mg/hari
bagi wanita menopause dan ≥1500 bagi wanita menopause yang tidak memakai
estrogen.
Kalsium Dalam Bahan Makanan
Susu dan hasil olahannya merupakan
sumber Kalsium yang paling baik secara kuantitatif. Tingginya bioavailabilitas
Kalsium pada susu dan hasil olahannya karena kadar vitamin D dan Laktosa, yang
keduanya meningkatkan penyerapan Kalsium di usus. Namun tidak semua produk susu
merupakan sumber Kalsium yang baik. Mentega,cream, dan keju dari cream
mengandung rendah Kalsium tapi tinggi lemak.
Selain produk susu,
masih banyak bahan makanan yang merupakan sumber Kalsium yang baik. Misalnya
sayuran hijau, ikan kaleng yang dapat dimakan dengan tulangnya seperti sarden
dan Salmon, tahu dan produk kedelai lainnya diolah dengan Kalsium Koagulat.
Ket: Bayam bukan merupakan
sumber Kalsium yang baik karena kandungan Oksalat yang tinggi yang dapat
mengurangi penyerapan Kalsium (Heaney, 1993)
Kandungan Kalsium yang rendah dan
sumber utama Kalsium yang bukan dari susu merupakan gambaran unik diet masyarakat
di Asia termasuk Indonesia. Sumber utama Kalsium adalah ikan, sayur-sayuran,
kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe. Penyerapan Kalsium yang
dari sayur-sayuran (kecuali bayam) dan kacang-kacangan sama baiknya dengan
Kalsium dari susu (Weaver, 1992), meskipun kadarnya lebih rendah dari produk
susu dan olahannya.
Vitamin D
Penting bagi kesehatan tulang karena
bentuk aktifnya yaitu 1,25-dihydroxy vitamin D merangsang penyerapan Kalsium di
intestinal. Lansia pria dan wanita berisiko tinggi akan defisiensi vitamin D
karena lansia mengabsorbsi vitamin D dari makanan sehari-hari lebih sedikit.
Kemudian, kandungan 7-dehidro-cholesterol yaitu suatu substrat untuk vitamin D,
rendah pada epidermis lansia sehingga sintesa vitamin D pada kulit menurun.
Selain itu lansia menghabiskan waktu berjemur lebih sedikit dibanding orang
yang relatif lebih muda.
Berat Badan dan Osteoporosis
Pada masa lalu, overweight (bukan obesitas) dapat mengurangi resiko Osteoporosis.
Hasil-hasil penelitian cross-sectional banyak mendukung pendapat tersebut.
Penelitian longitudinal terbaru menemukan bahwa peningkatan berat badan
mempunyai efek yang bermanfaat bagi kesehatan tulang. Manfaat maksimal yang
dapat diperoleh bila berat badan mencapai 110% dari berat badan ideal (110%
BBI).
Penelitian terbaru menghasilkan
bahwa berat badan yang ekstrem (terlalu rendah atau terlalu tinggi) merupakan
salah satu faktor resiko Osteoporosis. Obesitas juga bukan bersifat protektif.
Pada wanita menopause, berat badan berhubungan dengan penurunan densitas tulang
dan kehilangan massa tulang. Disamping itu, penurunan berat badan berasosiasi
dengan fraktur tulang belakang, tapi tidak dengan fraktur periperal.
Nutrisi dan Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur adalah bentuk
khusus penyembuhan luka dimana terjadi peningkatan deposit Garam Kalsium
sehingga struktur tulang cukup kuat untuk menopang beban mekanik. Selain
vitamin D dan Kalsium, deficiency vitamin C mempengaruhi integritas Kalogen.
Vitamin K juga berperan dalam sintesis protein tulang yaitu osteocalcin. Osteocalcin adalah protein tulang yang
tergantung vitamin K (vitamin K dependent
bone-spesific protein) yang merupakan aktivitas osteoblast (Lian &
Gunberg, 1988; Melick dkk, 1985)
Osteocalcin berperanan sebagai
prekursor osteoclast dan monocytes, meningkatkan penempelan sel tulang yang terserap dan berfungsi dalam proses remodelling tulang. Pentingnya peran
osteocalcin dalam penyembuhan tulang muncul ketika pasien Osteoporosis
mempunyai kadar vitamin K yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol
(Knapen dkk, 1989). Masih banyak hal yang belum dapat terungkap terutama
hubungan faktor nutrisi dan healing, oleh sebab itu perlu penelitian lebih
lanjut dan akurat yang bersifat komprehensif.
Kesimpulan
Asupan gisi
merupakan faktor resiko perkembangan Osteoporosis, disamping faktor genetik,
status menstruasi, aktifitas fisik yang rendah, obat-obatan tertentu dan
merokok. Selain pengaruh makanan dan kebiasaan makan terhadap kesehatan tulang
hanya difokuskan pada Kalsium dan vitamin D. Zat gisi lainnya seperti protein,
serat makanan ternyata juga relevan dalam hal Osteoporosis baik melalui
bioavailabilitas Kalsium atau melalui mekanisme yang lain.
Daftar Bacaan
- Melick dkk. Plasma Osteocalcin in man. Aust NZ J Med 1985; 15:410-16
- Heaney RP, Weaver CCM, Recker RR. Calcium Absorbability from Spinach. Am. J. Clin. Nutr, 1987;47:707-9
- Heaney RP, Weaver CM. Oxalate in Vegetables Effect on Calcium Absorbability. J. Bone. Miner. Res 1993;8;S 333
- Weaver CM, Calcium Bioavailability and its relation to osteoporosis. PSEBM 1992; 200; 157-60
- Knappen MH, Hannulyah K & Vermure. The Effect of Vit K Suplementation on circulating osteocalcin (bone gla protein) and urinary Ca excretion. Ann Intern Med 1989; 111; 1001-5
- Lian JB & Gunberg CM. Osteocalcin; biochemical considerations & clinical applications. Clin Orthop 1988: 267-91
No comments:
Post a Comment