Wednesday, 13 September 2017

OSTEOPOROSIS



Mengenal OSTEOPOROSIS


Apakah Osteoporosis itu?
            Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana kepadatan tulang mulai berkurang dan disertai kerusakan mikroarsitektur tulang sehingga tulang akan menjadi rapuh.


Apa Penyebab Osteoporosis?
            Osteoporosis dapat terjadi karena metabolisme tulang yang terganggu yaitu kerja sel penghancur tulang yang melebihi kerja sel pembentuk tulang. Lama kelamaan tulang menjadi keropos. Gangguan ini bisa terjadi secara alamiah karena proses menua yang disertai dengan menurunnya hormon, kurang asupan Kalsium dan vitamin D, disertai dengan faktor-faktor pendukung lainnya.

Bagaimana Gejala Osteoporosis?
            Osteoporosis terjadi secara diam-diam dan tanpa gejala, sehingga seringkali seseorang tidak menyadari dirinya sedang menderita Osteoporosis sampai terjadinya patah tulang.
Bagaimana Mengetahui Terjadinya Osteoporosis?
Untuk dapat mengetahui secara dini dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti:
  1. Pengukuran kepadatan massa tulang (Bone Mineral Density/BMD) dengan Densitometer.
  2. Pemeriksaan laboratorium dengan mengukur petanda biokimiawi untuk mengetahui keseimbangan pembentukan dan penghancuran tulang.

Bagaimana Mencegah Osteoporosis?

  1. Kalsium yang Cukup: Kalsium diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan tulang, karena itu kebutuhan akan Kalsium harus terpenuhi. Sumber Kalsium yang terbaik adalah makanan, tetapi bila tidak mencukupi maka diperlukan tambahan Kalsium dari suplemen Kalsium. Makanan yang mengandung Kalsium: susu, keju, yoghurt. Kebutuhan Kalsium usia >50 tahun adalah 800-1200 mg.
  2. Vitamin D: diperlukan untuk membantu penyerapan Kalsium pada usus sehingga asupan Kalsium dapat digunakan tubuh dengan maksimal. Kebutuhan vitamin D usia >50 tahun adalah 5 mcg.
  3. Bifosfonat: obat golongan Bifosfonat bekerja dengan cara menghambat kerja sel penghancur tulang secara berlebihan. Beberapa jenis obat golongan Bifosfonat seperti: Alendronate, dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya Osteoporosis.
  4. Olah raga yang teratur: dianjurkan untuk melakukan Weight Bearing/ olah raga yang memberikan tekanan pada tulang.
  5. Memperbaiki kebiasaan hidup/Habitus: menghindari merokok, alkohol, dan kopi yang berlebihan karena dapat mengganggu pembentukan tulang.
  6. Pemeriksaan tulang: melakukan pemeriksaan tulang untuk mengetahui Osteoporosis secara rutin.

Apa Akibat Osteoporosis?
            Mudah terjadi patah tulang hanya karena trauma ringan ataupun saat mengangkat beban berlebih. Tubuh makin lama makin membungkuk, jadi sebelum terjadi patah tulang sebaiknya segera lakukan pencegahan maupun pengobatan Osteoporosis.

Bagaimana Mengobati Osteoporosis?
    1. Terapi hormon pengganti pada wanita post menopause. Terapi ini selain dapat mengobati Osteoporosis, juga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup wanita.
    2. Kalsium dan Vitamin D: asupan Kalsium dan vitamin D harus memenuhi kebutuhan tubuh.
    3. Bifosfonat: obat golongan bifosfonat selain dapat dipergunakan untuk pencegahan Osteoporosis juga dapat digunakan untuk mengobati Osteoporosis karena kerjanya yang spesifik menghambat terjadinya pengeroposan tulang dengan cara menghambat kerja sel penghancur tulang.
    4. Calcitonin: Obat ini harus diberikan dalam bentuk suntikan/spray. Untuk mendapatkan hasil terbaik, pengobatan harus dilakukan secara terus menerus.


            Gizi yang cukup terutama asupan Kalsium dan vitamin D merupakan pilar utama untuk mencegah dan mengobati Osteoporosis. Status Kalsium dan vitamin D sangat penting pada semua kelompok umur, khususnya pada anak-anak dan usia lanjut (lansia). Pada lansia, dengan pemberian Kalsium dan vitamin D dapat menurunkan kehilangan massa tulang dan juga menurunkan resiko Fraktur (patah tulang).
            Tulang terdiri dari 99% suplai Kalsium dalam tubuh dan sisanya (1%) disirkulasi dalam peredaran darah dan merupakan bagian penting untuk kerja syaraf, fungsi jantung, kontraksi otot dan pembekuan darah (seely dkk, 1991). Tulang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan Kalsium; saat diperlukan oleh tubuh Kalsium akan dilepas untuk menjaga konsentrasi serum. Densitas massa tulang dicapai pada akhir masa pertumbuhan. Meskipun massa tulang optimal (peak bone mass) dipengaruhi oleh banyak fakstor (Hunt, 1994), asupan Kalsium dari lahir sampai masa remaja merupakan kontributor utama. Pengaruh asupan Kalsium pada masa dewasa tidak banyak diketahui, akan tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka dengan asupan Kalsium kuat sejak usia dini kecil sekali terkena resiko Osteoporosis di usia senja.
            Heaney (1987) mengemukakan bahwa massa tulang merupakan hasil perpaduan 3 faktor yaitu: Keturunan, Aktivitas fisik, dan Nutrisi.
Diet yang optimal untuk mencegah dan mengobati Osteoporosis mencakup asupan energi yang kuat untuk mencegah malnutrisi, asupan Kalsium dan vitamin D. Protein yang berasal dari hewani dan nabati merupakan komponen penting pada diet sehari-hari terutama untuk kalangan lansia wanita yang sudah menderita Osteoporosis. Peneliatian yang dilakukan terhadap 82 orang lansia wanita yang sudah menderita patah tulang panggul (hip fracture) dan diberikan diet tinggi protein dan rendah protein beserta suplemen vitamin D dan Kalsium, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang mendapat diet protein tinggi mempunyai densitas tulang yang lebih baik pada proximal femur setelah 1 tahun intervensi. Selain itu, rata-rata jangka waktu rehabilitas bagi mereka juga lebih pendek dibanding lansia dengan diet rendah protein.
Manfaat Asupan Kalsium yang Kuat
            Konsumsi Kalsium yang kuat sejak usia dini menurunkan kehilangan massa tulang saat usia dewasa. Beberapa penelitian tentang Kalsium menemukan fakta bahwa keseimbangan Kalsium dalam tubuh terkait erat dengan konsumsi Kalsium. Semakin rendah konsumsi Kalsium seseorang maka keseimbangan Kalsiumnya akan makin  negatif, bila asupan ditingkatkan maka keseimbangannya dapat diperbaiki. Di negara-negara Eropa dan amerika ditemukan bahwa keseimbangan Kalsium positif tercapai bila asupan Kalsium ≥ 1000mg/hari bagi wanita menopause dan ≥1500 bagi wanita menopause yang tidak memakai estrogen.

Kalsium Dalam Bahan Makanan
            Susu dan hasil olahannya merupakan sumber Kalsium yang paling baik secara kuantitatif. Tingginya bioavailabilitas Kalsium pada susu dan hasil olahannya karena kadar vitamin D dan Laktosa, yang keduanya meningkatkan penyerapan Kalsium di usus. Namun tidak semua produk susu merupakan sumber Kalsium yang baik. Mentega,cream, dan keju dari cream mengandung rendah Kalsium tapi tinggi lemak.
Selain produk susu, masih banyak bahan makanan yang merupakan sumber Kalsium yang baik. Misalnya sayuran hijau, ikan kaleng yang dapat dimakan dengan tulangnya seperti sarden dan Salmon, tahu dan produk kedelai lainnya diolah dengan Kalsium Koagulat.
Ket: Bayam bukan merupakan sumber Kalsium yang baik karena kandungan Oksalat yang tinggi yang dapat mengurangi penyerapan Kalsium (Heaney, 1993)

            Kandungan Kalsium yang rendah dan sumber utama Kalsium yang bukan dari susu merupakan gambaran unik diet masyarakat di Asia termasuk Indonesia. Sumber utama Kalsium adalah ikan, sayur-sayuran, kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe. Penyerapan Kalsium yang dari sayur-sayuran (kecuali bayam) dan kacang-kacangan sama baiknya dengan Kalsium dari susu (Weaver, 1992), meskipun kadarnya lebih rendah dari produk susu dan olahannya.

Vitamin D
            Penting bagi kesehatan tulang karena bentuk aktifnya yaitu 1,25-dihydroxy vitamin D merangsang penyerapan Kalsium di intestinal. Lansia pria dan wanita berisiko tinggi akan defisiensi vitamin D karena lansia mengabsorbsi vitamin D dari makanan sehari-hari lebih sedikit. Kemudian, kandungan 7-dehidro-cholesterol yaitu suatu substrat untuk vitamin D, rendah pada epidermis lansia sehingga sintesa vitamin D pada kulit menurun. Selain itu lansia menghabiskan waktu berjemur lebih sedikit dibanding orang yang relatif lebih muda.

Berat Badan dan Osteoporosis
            Pada masa lalu, overweight (bukan obesitas) dapat mengurangi resiko Osteoporosis. Hasil-hasil penelitian cross-sectional  banyak mendukung pendapat tersebut. Penelitian longitudinal terbaru menemukan bahwa peningkatan berat badan mempunyai efek yang bermanfaat bagi kesehatan tulang. Manfaat maksimal yang dapat diperoleh bila berat badan mencapai 110% dari berat badan ideal (110% BBI).
            Penelitian terbaru menghasilkan bahwa berat badan yang ekstrem (terlalu rendah atau terlalu tinggi) merupakan salah satu faktor resiko Osteoporosis. Obesitas juga bukan bersifat protektif. Pada wanita menopause, berat badan berhubungan dengan penurunan densitas tulang dan kehilangan massa tulang. Disamping itu, penurunan berat badan berasosiasi dengan fraktur tulang belakang, tapi tidak dengan fraktur periperal.

Nutrisi dan Penyembuhan Fraktur
            Penyembuhan fraktur adalah bentuk khusus penyembuhan luka dimana terjadi peningkatan deposit Garam Kalsium sehingga struktur tulang cukup kuat untuk menopang beban mekanik. Selain vitamin D dan Kalsium, deficiency vitamin C mempengaruhi integritas Kalogen. Vitamin K juga berperan dalam sintesis protein tulang yaitu osteocalcin. Osteocalcin adalah protein tulang yang tergantung vitamin K (vitamin K dependent bone-spesific protein) yang merupakan aktivitas osteoblast (Lian & Gunberg, 1988; Melick dkk, 1985)
            Osteocalcin berperanan sebagai prekursor osteoclast dan monocytes, meningkatkan penempelan sel tulang  yang terserap dan berfungsi dalam proses remodelling tulang. Pentingnya peran osteocalcin dalam penyembuhan tulang muncul ketika pasien Osteoporosis mempunyai kadar vitamin K yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (Knapen dkk, 1989). Masih banyak hal yang belum dapat terungkap terutama hubungan faktor nutrisi dan healing, oleh sebab itu perlu penelitian lebih lanjut dan akurat yang bersifat komprehensif.

Kesimpulan
Asupan gisi merupakan faktor resiko perkembangan Osteoporosis, disamping faktor genetik, status menstruasi, aktifitas fisik yang rendah, obat-obatan tertentu dan merokok. Selain pengaruh makanan dan kebiasaan makan terhadap kesehatan tulang hanya difokuskan pada Kalsium dan vitamin D. Zat gisi lainnya seperti protein, serat makanan ternyata juga relevan dalam hal Osteoporosis baik melalui bioavailabilitas Kalsium atau melalui mekanisme yang lain.

Daftar Bacaan
  • Melick dkk. Plasma Osteocalcin in man. Aust NZ J Med 1985; 15:410-16
  • Heaney RP, Weaver CCM, Recker RR. Calcium Absorbability from Spinach. Am. J. Clin. Nutr, 1987;47:707-9
  • Heaney RP, Weaver CM. Oxalate in Vegetables Effect on Calcium Absorbability. J. Bone. Miner. Res 1993;8;S 333
  • Weaver CM, Calcium Bioavailability and its relation to osteoporosis. PSEBM 1992; 200; 157-60
  • Knappen MH, Hannulyah K & Vermure. The Effect of Vit K Suplementation on circulating osteocalcin (bone gla protein) and urinary Ca excretion. Ann Intern Med 1989; 111; 1001-5
  • Lian JB & Gunberg CM. Osteocalcin; biochemical considerations & clinical applications. Clin Orthop 1988: 267-91

No comments: